Sabtu, 01 Maret 2014

I HOPE YOU're HAPPY(Part 1)


‘Willing to do all this just for you’. Ya, mungkin itu ungkapan hati ku untuk saat ini. mengapa aku bilang seperti itu? karena aku berharap pengorbananku untukmu tidak sia-sia. Meskipun sangatlah berat untukku menerima semua ini. awalnya aku rasa ini tidak lah adil untuku, tapi setelah aku fikir-fikir ini sangatlah adil untuknya. Hem hari ini, hari pertama ku untuk menjalani hidupku yang baru tanpa kehadirannya. Aku tak tau apakah aku sanggup? Apalagi saat ini sudah ada dirinya yang menggantikan posisi ku di hatinya. Tuhan, kuatkanlah hati ku untuk menjalani hari ini dan dan hari-hari seterusnya. Meskipun tanpa dia. kriiinnggg..
Seperti biasa, alarm ku sudah bunyi. Aku pun segera membuka mataku dan melihat ke arah jam dinding di hadapanku sekrang. “Pukul 6 Pagi?” ucapku saat melihat arah jarum jam yang berdiam di angka 6 jam dindingku. Lagi-lagi aku kesiangan! aku pun segera pergi ke kamar mandi hanya untuk mencuci muka dan menggosok gigi saja. Aku memang seperti ini jika telat bangun. Ya, tidak pernah mandi. Biarkanlah, toh tidak ada yang tau kalau aku tidak mandi.
“Uliiii..” teriak Ibuku dari depan kamar. “iya Buu..” teriakku sambil terburu-buru memakai seragam. Setelah aku rasa sudah cukup rapi, aku pun keluar kamar dan langsung menuju ruang makan. “Ulii?” ucap Ibuku yang saat itu memandangku heran. Aku fikir, tidak hanya Ibuku yang saat ini menatapku heran. Tapi juga Ayah dan Kakak ku. Apa ada yang aneh denganku sampai mereka semua memandangku seperti itu? hem agar tidak penasaran, lebih baik aku bertanya saja. “kenapa sih kalian semua melihatku seperti itu?” ucapku dengan sangat heran. “aduh adikku sayang, lihat tuh sepatu kamu. Kok warnanya beda-beda gitu?” ucap Kak Wita dengan menahan tawanya. Aku pun langsung melihat ke arah sepatu ku saat kakak ku berkata seperti ini. astaga, benar! sepasang sepatuku berbeda warna. Untuk menurunkan rasa malu ku, aku pun langsung berlari kecil menuju kamar untuk mengganti sepatuku. Sebelum ke luar kamar, aku memastikan untuk melihat penampilanku di depan cermin. Hem, setelah aku rasa tidak ada yang aneh, barulah aku keluar kamar. Aku lihat mereka menahan tawanya saat aku keluar dari kamar. “gak usah ditahan kali ketawanyaa” ucapku menyindir. “lagi kamu tuh ada-ada aja deh” ucap Ibuku dengan sisa tawanya yang masih terlihat jelas.
Tadinya aku ingin sarapan dulu, eh tapi ketika aku lihat jam yang sekarang mengarah pukul 06:15 aku memutuskan untuk sarapan di kantin sekolah saja. “Ibu, Ayah aku langsung berangkat aja ya” ucapku dengan sangat terburu-buru. Setelah berpamitan, aku langsung keluar rumah dengan sepeda kesayanganku. Ya, sepeda dari almarhum Kakakku yang pertama. Sepeda saat ulang tahunku yang ke 17 tahun. Kak Romi namanya. Dia kakak ku yang pertama. Kakak yang sangat memanjakanku ketika itu. tetapi saat ini, dia sudah tidak ada. Dia meninggal saat usianya menginjak umur 19 tahun. Kecelakaan. ya, itulah penyebabnya. Terpukul, sedih, itulah yang aku, Kak Wita, dan kedua orangtuaku rasakan. Maklum saja, dia anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini. dia harapan papahku satu-satunya sebagai penggantinya nanti. Tapi takdir berkata lain. Tuhan lebih menyayanginya sehingga dia mengambil kakak ku untuk berada di sisinya. Dan kejadian itu berselang 1 hari setelah perayaan ulang tahunku ke 17. Dan ini hadiah terakhir darinya.
Tak terasa air mataku menetes ketika mengingat kejadian itu. tapi cepat-cepat langsung aku hapus air mata yang menetes di pipiku. Aku sudah berjanji dengan Kak Romi untuk tak menangisi kepergiannya. Aku tidak mau membuatnya sedih karena aku telah mengingkari janjiku. Aku pun langsung mengayuh cepat sepedaku agar tidak terlambat datang ke sekolah. Untung saja, sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah.
10 menit kemudian, aku pun sampai di sekolah. “huuhhh akhirnya tidak terlambat” ucapku dengan menghela nafas panjang. Leganya aku, ternyata aku sampai di sekolah tepat pada waktunya. Aku pun langsung memarkir sepedaku di tempat khusus Parkir sepeda. Dari kejauhan aku melihat ada sahabatku di dekat lapangan. Aku pun berlari kecil menghampiri sahabat ku itu. “heiii” ucapku dengan mengagetkannya. “astaga Uliii! kebiasaan deh” ucapnya dengan raut wajah kaget. Dia adalah sahabatku di sekolah ini. namanya Hani. Dia orang yang super duper baik. Yaa tapi kadang nyebelin sih. “belum bel masuk kan Han?” Tanya ku dengan senyuman kecil. “belum kok. Kamu baik-baik aja kan Li?” tanyanya tiba-tiba. Aku heran kenapa Hani bertanya seperti itu? “aku baik-baik aja kok. Memangnya kenapa?” tanyaku heran. “hemm.. aku denger-denger kamu putus dengan Fadil?” Tanya Hani untuk memastikan. “iya” ucapku dengan pandangan ke bawah. Tadinya aku tidak mau mengingat kejadian itu. tetapi Hani malah bertanya seperti itu. “kenapa kamu gak cerita Li?” ucapnya dengan sedikit kesal. “hem.. niatnya hari ini aku akan bercerita Han. Tetapi kamu sudah tau duluan” jawabku dengan sangat lesu.
Hani pun mengajakku untuk masuk ke dalam kelas. dia menyuruhku untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Setelah aku rasa sudah sedikit tenang, baru lah aku memulai untuk menceritakan semuanya. Tetapi…. *tetttt… tettt… bel masuk sudah berbunyi. Tetapi aku berjanji pada Hani untuk menceritakannya nanti setelah bel istirahat.
Pelajaran pertama hari ini adalah Seni Musik. Ya, ini adalah pelajaran kesukaannku. Tetapi entah kenapa, aku sedang tidak bergairah untuk belajar Seni Musik. Aku masih teringat kejadian semalam. Tadinya aku tidak ingin masuk sekolah. Tetapi aku fikir-fikir, jika aku tidak masuk sekolah itu tandanya aku lari dari masalah. Aku tidak mau seperti itu. orangtua ku selalu mengajariku untuk selalu menghadapi setiap masalah. Bukan malah berlari dan sembunyi. karena itu tidak akan menyelesaikan semuanya. Harusnya hari ini aku bersemangat, karena hari ini belajar tentang cara bernyanyi yang benar. Tapi mau bagaimana lagi, aku sedang tidak bersemangat. Untung saja, bukan pengambilan nilai. Jadi aku bisa sedikit bersantai untuk pelajaran musik kali ini. tak lama kemudian, bel istirahat pun berbunyi.
Sesuai janjiku, aku harus menceritakan semuanya pada Hani. Lagipula Hani juga sudah menagihnya. Aku pun mengajak Hani untuk duduk di kantin. Mungkin itu tempat yang aku rasa nyaman untuk bercerita. “jadi kenapa kamu bisa putus?” tanyanya yang makin penasaran. “jadi semalam, Fadil memintaku untuk menemuinya di Taman komplek rumahku. Awalnya aku fikir, ini pertemuan yang seperti hari-hari biasanya. Tetapi aku salah. Ternyata dia mengajak ku bertemu untuk memutuskan hubunganku dengannya. aku tidak tau apa sebabnya dia seperti itu. tidak ada masalah sepanjang aku berhubungan dengannya. yaa walaupun ada masalah, itu bukan masalah yang besar dan itu juga masih bisa kita atasi bersama-sama. Setelah aku Tanya mengenai alasannya, dia berkata kalau dia tak lagi mencintaiku. Sedih. itu sudah pasti. Aku benar-benar marah dan kesal padanya ketika itu. seenaknya saja dia bilang kalau dia tak lagi mencintaiku. Tetapi ketika aku mulai menangis di hadapannya, dia malah memelukku dengan eratnya. Dia bilang You’re still the one in my heart. sejak saat itulah aku yakin, kalau keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini bukanlah dari hatinya” ucapku saat menceritakan kejadian semalam pada Hani. “tapi Li, setau aku kini Fadil sudah punya pengganti kamu. Namanya Nuri, dia itu teman sekelasnya Fadil. Yang gak lain, mantan pacarnya Fadil” ucap Hani memberitauku. “aku tau itu. karena sebelum dia pergi, Fadil sempat berkata padaku ‘Jika besok kamu malihatku dengan yang lain, itu bukan kenyataan dan keinginan dari hatiku’. dan aku berfikir, kalau dia mungkin sudah punya pengganti ku. Dan ternyata benar kan? dia balikan dengan mantannya, yaitu Nuri. “kenapa ya kira-kira? Pasti ada yang di sembunyikan dari Fadil” ucap Hani yang juga heran dengan kejadian ini. “tapi ya ini semua sudah terjadi. This might be best” ucapku seraya memberi motivasi untuk diriku sendiri. “hem.. ya semoga aja ya Li. Oh iya, pulang sekolah anterin aku ke toko buku ya?” ucap Hani. “mau apa ke toko buku?” tanyaku. “mau beli novel terbaru dari Raditya Dika” jawabnya dengan sangat antusias. Ya, Hani itu salah satu penggemar novel karya Raditya Dika. Menurut dia, ceritanya itu tidak terlalu berat sehingga mudah dipahami oleh pembacanya. Walaupun ceritanya ringan, tetapi sangat menarik menurutnya. Ya memang sih aku pernah diajaknya nonton sebuah film yang di angkat dari novel Raditya Dika, menurutku memang ceritanya menarik dan sangat mudah untuk dipahami. “iya iya deh aku anterin” ucapku. Tak sengaja pandanganku kini terfokus pada seseorang di hadapanku saat ini. “Ulii?” ujar Hani saat melihatku yang terdiam sambil memandang sosok di belakangnya. Hani pun langsung ikut menoleh seseorang yang berada di balik punggungnya. “Ulii!” ucap Hani lagi yang kali ini membuyarkan lamunanku. Mata ku pun langsung tertuju pada Hani. “eh kenapa Han?” tanyaku saat sadar dari lamunan. “udahlah jangan diliatin terus. Inget, dia itu udah mutusin kamu demi mantannya” ucap Hani mengingatkanku. Seharusnya aku benci padanya. Seharusnya aku marah! tetapi aku tidak bisa. Aku tak kuasa jika menatap matanya. Aku melihat kalau saat ini Fadil sedang tertekan oleh keadaannya saat ini. entah kenapa aku yakin itu. “iya iya” jawabku singkat. “ya udah, dari pada kamu disini terus melihat Fadil, mending kita ke kelas aja yuk” ajak Hani seraya menarik tanganku.
Ketika dalam perjalanan menuju kelas, tak sengaja aku menabrak seseorang di hadapanku. Aku memang sedang tidak fokus saat itu. “aduuh maaf.. maaf” ucapku meminta maaf pada seseorang yang aku tabrak. “kalau jalan hati-hati dong!” ucap orang itu dengan ketus. “ya maaf. Gak perlu marah-marah seperti itu bisa kan?” ucapku dengan sedikit kesal. “udah lah Li” bisik Hani. “abisnya dia marah-marah gitu” jawabku dengan suara agak kencang sehingga terdengar oleh seseorang yang aku tabrak. Tanpa berkata apa-apa lagi, orang itu pun langsung pergi begitu saja dari hadapanku dan Hani. Dasar cowok aneh! aku sudah baik-baik minta maaf malah seperti itu.
“cowok itu tampan ya Li?” ucap Hani sambil tersenyum-senyum saat mula memasuki kelas. “cowok yang mana?” tanyaku heran. “aduh Ulii, masa udah lupa sih. Itu cowok yang kamu tabrak tadi” jawabnya masih dengan senyumannya. “apa? Tampan dari mananya? Justru nyebelin banget” jawabku ketus. “uli.. uli.. cowok tampan seperti itu malah kamu bilang nyebelin” jawab Hani. aku pun tak menjawab apa-apa lagi. Percuma saja jika aku menjawabnya. Pasti Hani akan terus menerus membelanya. Jadi lebih baik aku diam.
Tak sengaja aku sedang membuka-buka buku catatan Seni ku, ternyata di sana terselip fotoku bersama Fadil. Hem langsung saja, aku tutup kembali buku itu. aku sudah bertekad untuk tidak mengingatnya lagi. Aku harus merelakannya dengan yang lain. Mungkin kebahagiaannya bukan bersama ku tapi bersama dia.
Tak terasa, kini sudah waktunya pulang sekolah. Sesuai janjiku, hari ini aku akan mengantar Hani ke toko buku. “kita ke rumah aku dulu ya Han. Aku harus menaruh sepeda ku dulu di rumah” ucapku. “hem masalah sepeda kamu biar supir aku yang urus. Kita langsung aja ke toko buku” ucap Hani. Ya, Hani itu memang anak orang kaya. Setiap harinya dia selalu diantar oleh supirnya. Tapi entah kenapa dia mau berteman denganku yang biasa-biasa saja. Tapi aku juga berteman dengannya bukan karena dia orang kaya, tetapi karena memang dia orang yang baik dan tak memandang orang itu dari sisi perekonomiannya. “hem ya sudah kalau begitu” ucapku sambil tersenyum kecil ke arahnya. “kalau gitu, kamu tunggu sebentar ya, aku ke parkiran dulu untuk bilang ke supir aku untuk langsung membawa sepeda mu” ucapnya. Aku pun mengangguk pelan ke arahnya.
Sementara Hani ke parkiran, aku pun menunggunya di dekat gerbang sekolah. Ketika sedang asik menunggu Hani sambil membaca buku, tiba-tiba seseorang memanggilku “Ulii..”. aku pun langsung menoleh ke arah suara itu. dan ternyata? “Fadil?” ucapku tak percaya. Fadil pun tersenyum ke arahku. Senyumnya masih sama seperti dulu. Senyuman yang manis. “lagi apa disini?” Tanya nya. “emm.. lagi tunggu Hani. Kamu sendiri?” ucapku dengan perasaan gugup. “lagi tunggu Nuri ambil bukunya yang tertinggal di kelas” jawabnya. Huuhh lagi-lagi aku harus mendengar nama itu. ada perasaan kesal jika ada seseorang yang menyebut nama Nuri. Ya, secara tidak langsung dia yang merebut Fadil dariku. Meskipun aku tak tau penyebabnya apa. Melihat Nuri dari kejauhan, Fadil pun langsung saja menjauhi ku. Aku tidak mengerti mengapa Fadil tiba-tiba berubah sikap seperti ini. mungkin dia takut Nuri menyangka sesuatu jika aku berdua dengan Fadil. Ya mungkin saja. Aku juga melihat, Hani sedang menuju ke arahku. Nuri dan Hani kini datang secara bersamaan. Hani melihat lekat-lekat ke arahku, Fadil, dan Nuri. Sedangkan Nuri menatap tajam wajahku. Aku dan Fadil terlihat sangat salah tingkah. Aku tak tau harus berbuat apa dengan kondisi yang seperti ini. “yuk pulang!” ucap Nuri sambil memegang tangan Fadil dan terus menatap tajam wajahku. Fadil pun tak berani menoleh ke arahku. Aku lihat Fadil seperti orang yang ketakutan. Entahlah. Aku tak mau memikirkan hal itu.
Setelah Fadil dan Nuri pergi lebih dulu, aku pun langsung mengajak Hani untuk segera pergi ke toko buku. Kita pergi ke sana naik Taxi. Ya maklum saja, mana mau Hani naik angkutan umum. Bukan karena Hani orang yang sombong, tapi memang karena dia tidak terbiasa. Ya, aku mengerti itu. di dalam taxi, tiba-tiba Hani bertanya “sedang apa tadi kamu sama Fadil?”. “apa? Hem, tidak. Hanya kebetulan saja, dia juga sedang menunggu Nuri” jawabku dengan sangat gugup. “Uli, aku mohon sama kamu ya jangan berurusan lagi dengan Fadil. Apalagi sekarang dia itu ada Nuri. Kamu tau kan gimana sifat Nuri? Dia itu bisa melakukan apa saja pada orang yang tidak disukainya. Apalagi, dia punya teman yang sama jahatnya dengan dia” ucap Hani mengingatkanku. “aku tidak mau terjadi sesuatu padamu. Jauhi Fadil, aku mohon” lanjut Hani memohon pada ku. “Hani, tenang saja. Aku akan menjaga diriku baik-baik. Tidak akan terjadi sesuatu padaku. Percayalah” ucapku meyakinkan Hani. Kita pun sama-sama tersenyum.
Tak terasa, kini kita sudah sampai di salah satu toko buku langganan Hani. Hani pun kini terfokus pada buku yang sedang ia cari. Sementara aku hanya melihat-lihat saja. “yes akhirnya ketemu” teriak Hani. Aku pun langsung menghampirinya. “sudah dapat Han?” Tanya ku. “sudah, ini” jawabnya sambil mempelihatkan Novel itu padaku. “bagus lah, ada lagi buku yang ingin kamu cari?” Tanya ku lagi. “tidak, ini saja. Oh iya, kita makan siang dulu ya. Tenang, aku yang traktir” ucapnya dengan senyuman manis yang tersungging di wajahnya. “hemm oke oke” jawabku. Aku memang tidak bisa menolak setiap Hani mengajakku pergi.
Setelah membayar buku yang ia beli, kita pun langsung bergegas ke sebuah restoran yang berada tak jauh dari toko buku itu. “mau pesan apa Li?” Tanya Hani saat seorang pelayan memberikan daftar menu pada ku dan Hani. “nasi goreng seafood saja” jawabku. “nasi goreng seafoodnya 2 sama ice lemon tea nya 2 ya” ucap Hani pada pelayan restoran. Sementara itu, Hani membuka novel yang tadi ia beli. Dan aku memutuskan untuk melihat ponsel ku sejenak. Ternyata ada satu pesan masuk, dan itu dari Fadil. Aku harus menyembunyikannya dari Hani. Kalau tidak, dia bisa marah padaku. “Han, aku ke toilet sebentar ya?” ucapku. “oh, iya iya Li. Kamu tau kan toiletnya dimana?” tanyanya. “iya tau kok” jawabku sambil menganggukan kepala pelan.
Ketika di toilet, aku membaca pesan dari Fadil. Beginilah pesannya ‘Uli, maaf ya tadi aku menghindar dari kamu ketika ada Nuri. Aku bukan bermaksud seperti itu. hanya saja aku tidak bisa mengatakannya padamu’. Kali ini aku benar-benar yakin kalau ada sesuatu yang sedang di tutupi oleh Fadil. Tapi aku tak tau apa itu. aku harus mencari taunya segera. Agar Hani tak merasa curiga, aku pun kembali ke meja untuk menemui Hani. “eh Uli, ini makannya udah datang” ucap Hani saat melihatku kembali dari toilet. “hemm iya” jawabku. Kita pun mulai menyantap makanan yang berada di hadapan kita saat ini.
“hem enak kan Li makanan disini?” Tanya Hani sambil menyeruput sisa ice lemon tea dalam gelasnya. Aku menjawabnya hanya dengan anggukan pelan. waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Aku dan Hani pun memutuskan untuk segera pulang. Hani mengantarku sampai kedepan rumah. “makasih ya Li udah temenin aku jalan-jalan seharian” ucap Hani saat sudah sampai di rumah ku. “iya sama-sama Han. Oh iya, masuk dulu” ucap ku seraya mempersilahkan Hani untuk masuk. “aku disini sebentar ya untuk tunggu supir aku datang. Boleh kan?” ucap Hani. “iya boleh lah Han” jawabku. Kita berdua pun masuk ke dalam rumah ku. Setelah sekitar 15 menitan menunggu supirnya untuk menjemput, akhirnya supirnya pun datang dengan membawa sepeda ku tadi. “Li, aku pulang dulu ya” ucap Hani saat berpamitan untuk pulang. “iya, hati-hati ya Han. Hem makasih buat tratirannya tadi” jawabku. “iya iya Uli” ucap Hani sambil masuk ke dalam mobilnya.
._____________Part 2 nanti ya_______________________.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar