‘Willing to do all this just for you’. Ya, mungkin itu
ungkapan hati ku untuk saat ini. mengapa aku bilang seperti itu? karena
aku berharap pengorbananku untukmu tidak sia-sia. Meskipun sangatlah
berat untukku menerima semua ini. awalnya aku rasa ini tidak lah adil
untuku, tapi setelah aku fikir-fikir ini sangatlah adil untuknya. Hem
hari ini, hari pertama ku untuk menjalani hidupku yang baru tanpa
kehadirannya. Aku tak tau apakah aku sanggup? Apalagi saat ini sudah ada
dirinya yang menggantikan posisi ku di hatinya. Tuhan, kuatkanlah hati
ku untuk menjalani hari ini dan dan hari-hari seterusnya. Meskipun tanpa
dia.
kriiinnggg..
Seperti biasa, alarm ku sudah bunyi. Aku pun segera membuka mataku dan
melihat ke arah jam dinding di hadapanku sekrang. “Pukul 6 Pagi?” ucapku
saat melihat arah jarum jam yang berdiam di angka 6 jam dindingku.
Lagi-lagi aku kesiangan! aku pun segera pergi ke kamar mandi hanya untuk
mencuci muka dan menggosok gigi saja. Aku memang seperti ini jika telat
bangun. Ya, tidak pernah mandi. Biarkanlah, toh tidak ada yang tau
kalau aku tidak mandi.
“Uliiii..” teriak Ibuku dari depan kamar. “iya Buu..” teriakku sambil
terburu-buru memakai seragam. Setelah aku rasa sudah cukup rapi, aku
pun keluar kamar dan langsung menuju ruang makan. “Ulii?” ucap Ibuku
yang saat itu memandangku heran. Aku fikir, tidak hanya Ibuku yang saat
ini menatapku heran. Tapi juga Ayah dan Kakak ku. Apa ada yang aneh
denganku sampai mereka semua memandangku seperti itu? hem agar tidak
penasaran, lebih baik aku bertanya saja. “kenapa sih kalian semua
melihatku seperti itu?” ucapku dengan sangat heran. “aduh adikku sayang,
lihat tuh sepatu kamu. Kok warnanya beda-beda gitu?” ucap Kak Wita
dengan menahan tawanya. Aku pun langsung melihat ke arah sepatu ku saat
kakak ku berkata seperti ini. astaga, benar! sepasang sepatuku berbeda
warna. Untuk menurunkan rasa malu ku, aku pun langsung berlari kecil
menuju kamar untuk mengganti sepatuku. Sebelum ke luar kamar, aku
memastikan untuk melihat penampilanku di depan cermin. Hem, setelah aku
rasa tidak ada yang aneh, barulah aku keluar kamar. Aku lihat mereka
menahan tawanya saat aku keluar dari kamar. “gak usah ditahan kali
ketawanyaa” ucapku menyindir. “lagi kamu tuh ada-ada aja deh” ucap Ibuku
dengan sisa tawanya yang masih terlihat jelas.
Tadinya aku ingin sarapan dulu, eh tapi ketika aku lihat jam yang
sekarang mengarah pukul 06:15 aku memutuskan untuk sarapan di kantin
sekolah saja. “Ibu, Ayah aku langsung berangkat aja ya” ucapku dengan
sangat terburu-buru. Setelah berpamitan, aku langsung keluar rumah
dengan sepeda kesayanganku. Ya, sepeda dari almarhum Kakakku yang
pertama. Sepeda saat ulang tahunku yang ke 17 tahun. Kak Romi namanya.
Dia kakak ku yang pertama. Kakak yang sangat memanjakanku ketika itu.
tetapi saat ini, dia sudah tidak ada. Dia meninggal saat usianya
menginjak umur 19 tahun. Kecelakaan. ya, itulah penyebabnya. Terpukul,
sedih, itulah yang aku, Kak Wita, dan kedua orangtuaku rasakan. Maklum
saja, dia anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini. dia harapan
papahku satu-satunya sebagai penggantinya nanti. Tapi takdir berkata
lain. Tuhan lebih menyayanginya sehingga dia mengambil kakak ku untuk
berada di sisinya. Dan kejadian itu berselang 1 hari setelah perayaan
ulang tahunku ke 17. Dan ini hadiah terakhir darinya.
Tak terasa air mataku menetes ketika mengingat kejadian itu. tapi
cepat-cepat langsung aku hapus air mata yang menetes di pipiku. Aku
sudah berjanji dengan Kak Romi untuk tak menangisi kepergiannya. Aku
tidak mau membuatnya sedih karena aku telah mengingkari janjiku. Aku pun
langsung mengayuh cepat sepedaku agar tidak terlambat datang ke
sekolah. Untung saja, sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah.
10 menit kemudian, aku pun sampai di sekolah. “huuhhh akhirnya tidak
terlambat” ucapku dengan menghela nafas panjang. Leganya aku, ternyata
aku sampai di sekolah tepat pada waktunya. Aku pun langsung memarkir
sepedaku di tempat khusus Parkir sepeda. Dari kejauhan aku melihat ada
sahabatku di dekat lapangan. Aku pun berlari kecil menghampiri sahabat
ku itu. “heiii” ucapku dengan mengagetkannya. “astaga Uliii! kebiasaan
deh” ucapnya dengan raut wajah kaget. Dia adalah sahabatku di sekolah
ini. namanya Hani. Dia orang yang super duper baik. Yaa tapi kadang
nyebelin sih. “belum bel masuk kan Han?” Tanya ku dengan senyuman kecil.
“belum kok. Kamu baik-baik aja kan Li?” tanyanya tiba-tiba. Aku heran
kenapa Hani bertanya seperti itu? “aku baik-baik aja kok. Memangnya
kenapa?” tanyaku heran. “hemm.. aku denger-denger kamu putus dengan
Fadil?” Tanya Hani untuk memastikan. “iya” ucapku dengan pandangan ke
bawah. Tadinya aku tidak mau mengingat kejadian itu. tetapi Hani malah
bertanya seperti itu. “kenapa kamu gak cerita Li?” ucapnya dengan
sedikit kesal. “hem.. niatnya hari ini aku akan bercerita Han. Tetapi
kamu sudah tau duluan” jawabku dengan sangat lesu.
Hani pun mengajakku untuk masuk ke dalam kelas. dia menyuruhku untuk
menenangkan diri terlebih dahulu. Setelah aku rasa sudah sedikit tenang,
baru lah aku memulai untuk menceritakan semuanya. Tetapi…. *tetttt…
tettt… bel masuk sudah berbunyi. Tetapi aku berjanji pada Hani untuk
menceritakannya nanti setelah bel istirahat.
Pelajaran pertama hari ini adalah Seni Musik. Ya, ini adalah
pelajaran kesukaannku. Tetapi entah kenapa, aku sedang tidak bergairah
untuk belajar Seni Musik. Aku masih teringat kejadian semalam. Tadinya
aku tidak ingin masuk sekolah. Tetapi aku fikir-fikir, jika aku tidak
masuk sekolah itu tandanya aku lari dari masalah. Aku tidak mau seperti
itu. orangtua ku selalu mengajariku untuk selalu menghadapi setiap
masalah. Bukan malah berlari dan sembunyi. karena itu tidak akan
menyelesaikan semuanya. Harusnya hari ini aku bersemangat, karena hari
ini belajar tentang cara bernyanyi yang benar. Tapi mau bagaimana lagi,
aku sedang tidak bersemangat. Untung saja, bukan pengambilan nilai. Jadi
aku bisa sedikit bersantai untuk pelajaran musik kali ini. tak lama
kemudian, bel istirahat pun berbunyi.
Sesuai janjiku, aku harus menceritakan semuanya pada Hani. Lagipula
Hani juga sudah menagihnya. Aku pun mengajak Hani untuk duduk di kantin.
Mungkin itu tempat yang aku rasa nyaman untuk bercerita. “jadi kenapa
kamu bisa putus?” tanyanya yang makin penasaran. “jadi semalam, Fadil
memintaku untuk menemuinya di Taman komplek rumahku. Awalnya aku fikir,
ini pertemuan yang seperti hari-hari biasanya. Tetapi aku salah.
Ternyata dia mengajak ku bertemu untuk memutuskan hubunganku dengannya.
aku tidak tau apa sebabnya dia seperti itu. tidak ada masalah sepanjang
aku berhubungan dengannya. yaa walaupun ada masalah, itu bukan masalah
yang besar dan itu juga masih bisa kita atasi bersama-sama. Setelah aku
Tanya mengenai alasannya, dia berkata kalau dia tak lagi mencintaiku.
Sedih. itu sudah pasti. Aku benar-benar marah dan kesal padanya ketika
itu. seenaknya saja dia bilang kalau dia tak lagi mencintaiku. Tetapi
ketika aku mulai menangis di hadapannya, dia malah memelukku dengan
eratnya. Dia bilang You’re still the one in my heart. sejak saat itulah
aku yakin, kalau keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini bukanlah
dari hatinya” ucapku saat menceritakan kejadian semalam pada Hani. “tapi
Li, setau aku kini Fadil sudah punya pengganti kamu. Namanya Nuri, dia
itu teman sekelasnya Fadil. Yang gak lain, mantan pacarnya Fadil” ucap
Hani memberitauku. “aku tau itu. karena sebelum dia pergi, Fadil sempat
berkata padaku ‘Jika besok kamu malihatku dengan yang lain, itu bukan
kenyataan dan keinginan dari hatiku’. dan aku berfikir, kalau dia
mungkin sudah punya pengganti ku. Dan ternyata benar kan? dia balikan
dengan mantannya, yaitu Nuri. “kenapa ya kira-kira? Pasti ada yang di
sembunyikan dari Fadil” ucap Hani yang juga heran dengan kejadian ini.
“tapi ya ini semua sudah terjadi. This might be best” ucapku seraya
memberi motivasi untuk diriku sendiri. “hem.. ya semoga aja ya Li. Oh
iya, pulang sekolah anterin aku ke toko buku ya?” ucap Hani. “mau apa ke
toko buku?” tanyaku. “mau beli novel terbaru dari Raditya Dika”
jawabnya dengan sangat antusias. Ya, Hani itu salah satu penggemar novel
karya Raditya Dika. Menurut dia, ceritanya itu tidak terlalu berat
sehingga mudah dipahami oleh pembacanya. Walaupun ceritanya ringan,
tetapi sangat menarik menurutnya. Ya memang sih aku pernah diajaknya
nonton sebuah film yang di angkat dari novel Raditya Dika, menurutku
memang ceritanya menarik dan sangat mudah untuk dipahami. “iya iya deh
aku anterin” ucapku. Tak sengaja pandanganku kini terfokus pada
seseorang di hadapanku saat ini. “Ulii?” ujar Hani saat melihatku yang
terdiam sambil memandang sosok di belakangnya. Hani pun langsung ikut
menoleh seseorang yang berada di balik punggungnya. “Ulii!” ucap Hani
lagi yang kali ini membuyarkan lamunanku. Mata ku pun langsung tertuju
pada Hani. “eh kenapa Han?” tanyaku saat sadar dari lamunan. “udahlah
jangan diliatin terus. Inget, dia itu udah mutusin kamu demi mantannya”
ucap Hani mengingatkanku. Seharusnya aku benci padanya. Seharusnya aku
marah! tetapi aku tidak bisa. Aku tak kuasa jika menatap matanya. Aku
melihat kalau saat ini Fadil sedang tertekan oleh keadaannya saat ini.
entah kenapa aku yakin itu. “iya iya” jawabku singkat. “ya udah, dari
pada kamu disini terus melihat Fadil, mending kita ke kelas aja yuk”
ajak Hani seraya menarik tanganku.
Ketika dalam perjalanan menuju kelas, tak sengaja aku menabrak
seseorang di hadapanku. Aku memang sedang tidak fokus saat itu. “aduuh
maaf.. maaf” ucapku meminta maaf pada seseorang yang aku tabrak. “kalau
jalan hati-hati dong!” ucap orang itu dengan ketus. “ya maaf. Gak perlu
marah-marah seperti itu bisa kan?” ucapku dengan sedikit kesal. “udah
lah Li” bisik Hani. “abisnya dia marah-marah gitu” jawabku dengan suara
agak kencang sehingga terdengar oleh seseorang yang aku tabrak. Tanpa
berkata apa-apa lagi, orang itu pun langsung pergi begitu saja dari
hadapanku dan Hani. Dasar cowok aneh! aku sudah baik-baik minta maaf
malah seperti itu.
“cowok itu tampan ya Li?” ucap Hani sambil tersenyum-senyum saat mula
memasuki kelas. “cowok yang mana?” tanyaku heran. “aduh Ulii, masa udah
lupa sih. Itu cowok yang kamu tabrak tadi” jawabnya masih dengan
senyumannya. “apa? Tampan dari mananya? Justru nyebelin banget” jawabku
ketus. “uli.. uli.. cowok tampan seperti itu malah kamu bilang nyebelin”
jawab Hani. aku pun tak menjawab apa-apa lagi. Percuma saja jika aku
menjawabnya. Pasti Hani akan terus menerus membelanya. Jadi lebih baik
aku diam.
Tak sengaja aku sedang membuka-buka buku catatan Seni ku, ternyata di
sana terselip fotoku bersama Fadil. Hem langsung saja, aku tutup
kembali buku itu. aku sudah bertekad untuk tidak mengingatnya lagi. Aku
harus merelakannya dengan yang lain. Mungkin kebahagiaannya bukan
bersama ku tapi bersama dia.
Tak terasa, kini sudah waktunya pulang sekolah. Sesuai janjiku, hari
ini aku akan mengantar Hani ke toko buku. “kita ke rumah aku dulu ya
Han. Aku harus menaruh sepeda ku dulu di rumah” ucapku. “hem masalah
sepeda kamu biar supir aku yang urus. Kita langsung aja ke toko buku”
ucap Hani. Ya, Hani itu memang anak orang kaya. Setiap harinya dia
selalu diantar oleh supirnya. Tapi entah kenapa dia mau berteman
denganku yang biasa-biasa saja. Tapi aku juga berteman dengannya bukan
karena dia orang kaya, tetapi karena memang dia orang yang baik dan tak
memandang orang itu dari sisi perekonomiannya. “hem ya sudah kalau
begitu” ucapku sambil tersenyum kecil ke arahnya. “kalau gitu, kamu
tunggu sebentar ya, aku ke parkiran dulu untuk bilang ke supir aku untuk
langsung membawa sepeda mu” ucapnya. Aku pun mengangguk pelan ke
arahnya.
Sementara Hani ke parkiran, aku pun menunggunya di dekat gerbang
sekolah. Ketika sedang asik menunggu Hani sambil membaca buku, tiba-tiba
seseorang memanggilku “Ulii..”. aku pun langsung menoleh ke arah suara
itu. dan ternyata? “Fadil?” ucapku tak percaya. Fadil pun tersenyum ke
arahku. Senyumnya masih sama seperti dulu. Senyuman yang manis. “lagi
apa disini?” Tanya nya. “emm.. lagi tunggu Hani. Kamu sendiri?” ucapku
dengan perasaan gugup. “lagi tunggu Nuri ambil bukunya yang tertinggal
di kelas” jawabnya. Huuhh lagi-lagi aku harus mendengar nama itu. ada
perasaan kesal jika ada seseorang yang menyebut nama Nuri. Ya, secara
tidak langsung dia yang merebut Fadil dariku. Meskipun aku tak tau
penyebabnya apa. Melihat Nuri dari kejauhan, Fadil pun langsung saja
menjauhi ku. Aku tidak mengerti mengapa Fadil tiba-tiba berubah sikap
seperti ini. mungkin dia takut Nuri menyangka sesuatu jika aku berdua
dengan Fadil. Ya mungkin saja. Aku juga melihat, Hani sedang menuju ke
arahku. Nuri dan Hani kini datang secara bersamaan. Hani melihat
lekat-lekat ke arahku, Fadil, dan Nuri. Sedangkan Nuri menatap tajam
wajahku. Aku dan Fadil terlihat sangat salah tingkah. Aku tak tau harus
berbuat apa dengan kondisi yang seperti ini. “yuk pulang!” ucap Nuri
sambil memegang tangan Fadil dan terus menatap tajam wajahku. Fadil pun
tak berani menoleh ke arahku. Aku lihat Fadil seperti orang yang
ketakutan. Entahlah. Aku tak mau memikirkan hal itu.
Setelah Fadil dan Nuri pergi lebih dulu, aku pun langsung mengajak
Hani untuk segera pergi ke toko buku. Kita pergi ke sana naik Taxi. Ya
maklum saja, mana mau Hani naik angkutan umum. Bukan karena Hani orang
yang sombong, tapi memang karena dia tidak terbiasa. Ya, aku mengerti
itu. di dalam taxi, tiba-tiba Hani bertanya “sedang apa tadi kamu sama
Fadil?”. “apa? Hem, tidak. Hanya kebetulan saja, dia juga sedang
menunggu Nuri” jawabku dengan sangat gugup. “Uli, aku mohon sama kamu ya
jangan berurusan lagi dengan Fadil. Apalagi sekarang dia itu ada Nuri.
Kamu tau kan gimana sifat Nuri? Dia itu bisa melakukan apa saja pada
orang yang tidak disukainya. Apalagi, dia punya teman yang sama jahatnya
dengan dia” ucap Hani mengingatkanku. “aku tidak mau terjadi sesuatu
padamu. Jauhi Fadil, aku mohon” lanjut Hani memohon pada ku. “Hani,
tenang saja. Aku akan menjaga diriku baik-baik. Tidak akan terjadi
sesuatu padaku. Percayalah” ucapku meyakinkan Hani. Kita pun sama-sama
tersenyum.
Tak terasa, kini kita sudah sampai di salah satu toko buku langganan
Hani. Hani pun kini terfokus pada buku yang sedang ia cari. Sementara
aku hanya melihat-lihat saja. “yes akhirnya ketemu” teriak Hani. Aku pun
langsung menghampirinya. “sudah dapat Han?” Tanya ku. “sudah, ini”
jawabnya sambil mempelihatkan Novel itu padaku. “bagus lah, ada lagi
buku yang ingin kamu cari?” Tanya ku lagi. “tidak, ini saja. Oh iya,
kita makan siang dulu ya. Tenang, aku yang traktir” ucapnya dengan
senyuman manis yang tersungging di wajahnya. “hemm oke oke” jawabku. Aku
memang tidak bisa menolak setiap Hani mengajakku pergi.
Setelah membayar buku yang ia beli, kita pun langsung bergegas ke
sebuah restoran yang berada tak jauh dari toko buku itu. “mau pesan apa
Li?” Tanya Hani saat seorang pelayan memberikan daftar menu pada ku dan
Hani. “nasi goreng seafood saja” jawabku. “nasi goreng seafoodnya 2 sama
ice lemon tea nya 2 ya” ucap Hani pada pelayan restoran. Sementara itu,
Hani membuka novel yang tadi ia beli. Dan aku memutuskan untuk melihat
ponsel ku sejenak. Ternyata ada satu pesan masuk, dan itu dari Fadil.
Aku harus menyembunyikannya dari Hani. Kalau tidak, dia bisa marah
padaku. “Han, aku ke toilet sebentar ya?” ucapku. “oh, iya iya Li. Kamu
tau kan toiletnya dimana?” tanyanya. “iya tau kok” jawabku sambil
menganggukan kepala pelan.
Ketika di toilet, aku membaca pesan dari Fadil. Beginilah pesannya
‘Uli, maaf ya tadi aku menghindar dari kamu ketika ada Nuri. Aku bukan
bermaksud seperti itu. hanya saja aku tidak bisa mengatakannya padamu’.
Kali ini aku benar-benar yakin kalau ada sesuatu yang sedang di tutupi
oleh Fadil. Tapi aku tak tau apa itu. aku harus mencari taunya segera.
Agar Hani tak merasa curiga, aku pun kembali ke meja untuk menemui Hani.
“eh Uli, ini makannya udah datang” ucap Hani saat melihatku kembali
dari toilet. “hemm iya” jawabku. Kita pun mulai menyantap makanan yang
berada di hadapan kita saat ini.
“hem enak kan Li makanan disini?” Tanya Hani sambil menyeruput sisa
ice lemon tea dalam gelasnya. Aku menjawabnya hanya dengan anggukan
pelan. waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Aku dan Hani pun memutuskan
untuk segera pulang. Hani mengantarku sampai kedepan rumah. “makasih ya
Li udah temenin aku jalan-jalan seharian” ucap Hani saat sudah sampai di
rumah ku. “iya sama-sama Han. Oh iya, masuk dulu” ucap ku seraya
mempersilahkan Hani untuk masuk. “aku disini sebentar ya untuk tunggu
supir aku datang. Boleh kan?” ucap Hani. “iya boleh lah Han” jawabku.
Kita berdua pun masuk ke dalam rumah ku. Setelah sekitar 15 menitan
menunggu supirnya untuk menjemput, akhirnya supirnya pun datang dengan
membawa sepeda ku tadi. “Li, aku pulang dulu ya” ucap Hani saat
berpamitan untuk pulang. “iya, hati-hati ya Han. Hem makasih buat
tratirannya tadi” jawabku. “iya iya Uli” ucap Hani sambil masuk ke dalam
mobilnya.
._____________Part 2 nanti ya_______________________.