Salah seorang penuntut ilmu mengatakan bahwa waktu dzikir sore itu
dimulai setelah shalat ashar, karena pada waktu itulah dimulai waktu
sore. Apa pendapat anda?
Jawab:
Ya benar. Waktu dzikir sore itu dimulai setelah shalat ashar dan
dzikir pagi itu dimulai setelah shalat shubuh. Dan sebagian ulama
berpandangan tidak mengapa jika membaca dzikir sore setelah maghrib. Ini
adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz ghafarallahu lahu.
Namun yang zhahir dari nash-nash yang ada, sebagaimana disebutkan Al ‘Allamah
Ibnul Qayyim, bahwa batasan dzikir pagi-sore itu dimulai di awal siang
(yaitu ketika mulai terbit matahari) dan di akhir siang. Berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelam matahari” (QS. Thaha: 130).
Dan yang dimaksud “sebelum terbit matahari” adalah waktu shalat shubuh, sedangkan “sebelum tenggelam matahari” adalah waktu shalat ashar.
----------------
Berapa lamakah seorang pelajar menghabiskan waktu untuk menghafal Kitabullah?
Jawaban
Seorang pelajar dalam menghafal AlQur’an membutuhkan waktu yang
berbeda beda, sesuai dengan perbedaan kecerdasan dan kemampuan pelajar
tersebut. Pelajar yang cerdas mampu menghafal Al-Qur’an Al-Kariim selama
tidak kurang 4 bulan dengan syarat pelajar tersebut memusatkan dan
mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghafal Kitabullah
dengan sungguh sungguh.
Adapun untuk pelajar yang tingkat kecerdasannya sedang, membutuhkan
waktu 1 tahun untuk menghafal Al Qur’an. Sedangkan pelajar yang lemah
tingkat kecerdasannya membutuhkan waktu sesuai tingkat kesungguhan dan
kemampuannya. Dan tidak ada batasan waktu tertentu.
Pertanyaan
Apakah memahami makna dan kata kata merupakan syarat bagi orang yang membaca AlQur’an?
Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa merenung dan memahami makna makna Al
Qur’an merupakan tingkatan yang paling tinggi dan hal inilah yang
diinginkan dan dituntut. Akan tetapi orang yang membaca Kitabullah
(dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia
meninggalkan bacaan AlQur’an dan hafalannya. Maka membaca Al Qur’an itu
ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Allah ‘azza wa jalla berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً
مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي
ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata” Ali Imran : 164
Di dalam ayat ini diketahui bahwa berbeda antara membaca dan mempelajari maknanya. Firman Allah “yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah” dan Firman-Nya : “dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.”
Sebagaimana yang telah ma’ruf bahwa bacaan satu huruf dari Kitabullah
merupakan satu kebaikan. Dan diantara huruf huruf ini adalah huruf huruf
yang terpisah, yang tidak ada seorang pun yang mengetahui maknanya
menurut pendapat yang shahih. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya
kebaikan sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu
huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.” (Shahih HR.Tirmidzi)
Dan Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- tidak memberi
syarat kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk memahami makna-makna
dari huruf huruf (yang dibaca) terlebih dahulu agar dirinya mendapatkan
pahala. Hal tersebut diperjelas dengan banyaknya orang orang Ajm
(orang orang yang bukan arab) mereka tidak mengetahui makna Al Qur’an
Al Karim dan tidak mengetahui makna Al Fatihah, bersamaan dengan itu
tidak ada satupun dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa shalat
mereka bathil (tidak sah) dengan sebab mereka tidak paham terhadap makna
Al Quran Al Karim. Sebagaimana tidak pantas bagi mereka menghafal kitab
Allah ‘azza wa jalla.
----------
1. Niat membedakan ibadah dengan adat kebiasaan, dan membedakan ibadah yang satu dengan lainnya.
Jenis pertama, misalnya dua orang mandi nyebur ke kali, yang satu niatnya mandi junub, yang lain lagi niatnya mandi biasa saja. Jenis kedua, ketika seseorang takbiratul ihram “Allahu akbar….“, yang satu niatnya shalat subuh, yang satu shalat tahiyatul masjid.
2. Untuk siapa kita beramal?
Kalau kita bersedekah, apakah kita niatkan bersedekah karena Allah Ta’alaa ataukah karena ingin disebut sebagai seorang dermawan?
3. Apa balasan yang diharapkan?
Ini banyak yg lalai darinya. Kita beribadah karena Allah, lalu apakah
kita mengharapkan dengan ibadah kita mendapatkan balasan dunia atau
akhirat? Contoh, seorang malam hari bangun shalat tahajud, niatnya
betul-betul hanya mengharap wajah Allah. Namun dengan penuh air mata yg
mengalir ia meminta: “Ya Allah, aku meminta keuntungan daganganku dua kali lipat“, doanya hanya meminta keuntungan dunia saja.
Orang yg kedua melakukan hal yang sama dan berdoa dengan doa yang sama, tapi ia tambah: “dan keuntungan akhirat yang lipat ganda ya Allah“.
Yang pertama ikhlas karena Allah ta’alaa, tapi hanya mengharapkan dunia…
Yang seperti ini tidak mendapatkan bagian di akhirat.
Yang seperti ini tidak mendapatkan bagian di akhirat.
Yang kedua ikhlas dan mengharap dunia akhirat, ia mendapatkan bagian di akhirat.