Rabu, 24 Desember 2014

Share to Sharing Kajian islami

Salah seorang penuntut ilmu mengatakan bahwa waktu dzikir sore itu dimulai setelah shalat ashar, karena pada waktu itulah dimulai waktu sore. Apa pendapat anda?
Jawab:
Ya benar. Waktu dzikir sore itu dimulai setelah shalat ashar dan dzikir pagi itu dimulai setelah shalat shubuh. Dan sebagian ulama berpandangan tidak mengapa jika membaca dzikir sore setelah maghrib. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz ghafarallahu lahu.
Namun yang zhahir dari nash-nash yang ada, sebagaimana disebutkan Al ‘Allamah Ibnul Qayyim, bahwa batasan dzikir pagi-sore itu dimulai di awal siang (yaitu ketika mulai terbit matahari) dan di akhir siang. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelam matahari” (QS. Thaha: 130).
Dan yang dimaksud “sebelum terbit matahari” adalah waktu shalat shubuh, sedangkan “sebelum tenggelam matahari” adalah waktu shalat ashar.
----------------
Berapa lamakah seorang pelajar menghabiskan waktu untuk menghafal Kitabullah?
Jawaban
Seorang pelajar dalam menghafal AlQur’an membutuhkan waktu yang berbeda beda, sesuai dengan perbedaan kecerdasan dan kemampuan pelajar tersebut. Pelajar yang cerdas mampu menghafal Al-Qur’an Al-Kariim selama tidak kurang 4 bulan dengan syarat pelajar tersebut memusatkan dan mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghafal Kitabullah dengan sungguh sungguh.
Adapun untuk pelajar yang tingkat kecerdasannya sedang, membutuhkan waktu 1 tahun untuk menghafal Al Qur’an. Sedangkan pelajar yang lemah tingkat kecerdasannya membutuhkan waktu sesuai tingkat kesungguhan dan kemampuannya. Dan tidak ada batasan waktu tertentu.
Pertanyaan
Apakah memahami makna dan kata kata merupakan syarat bagi orang yang membaca AlQur’an?
Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa merenung dan memahami makna makna Al Qur’an merupakan tingkatan yang paling tinggi dan hal inilah yang diinginkan dan dituntut. Akan tetapi orang yang membaca Kitabullah (dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia meninggalkan bacaan AlQur’an dan hafalannya. Maka membaca Al Qur’an itu ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Allah ‘azza wa jalla berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Ali Imran : 164
Di dalam ayat ini diketahui bahwa berbeda antara membaca dan mempelajari maknanya. Firman Allah “yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah” dan Firman-Nya : “dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” Sebagaimana yang telah ma’ruf bahwa bacaan satu huruf dari Kitabullah merupakan satu kebaikan. Dan diantara huruf huruf ini adalah huruf huruf yang terpisah, yang tidak ada seorang pun yang mengetahui maknanya menurut pendapat yang shahih. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya kebaikan sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.” (Shahih HR.Tirmidzi)
Dan Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- tidak memberi syarat kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk memahami makna-makna dari huruf huruf (yang dibaca) terlebih dahulu agar dirinya mendapatkan pahala. Hal tersebut diperjelas dengan banyaknya orang orang Ajm (orang orang yang bukan arab) mereka tidak mengetahui makna Al Qur’an Al Karim dan tidak mengetahui makna Al Fatihah, bersamaan dengan itu tidak ada satupun dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa shalat mereka bathil (tidak sah) dengan sebab mereka tidak paham terhadap makna Al Quran Al Karim. Sebagaimana tidak pantas bagi mereka menghafal kitab Allah ‘azza wa jalla.
----------
flower spring wallpaper
1. Niat membedakan ibadah dengan adat kebiasaan, dan membedakan ibadah yang satu dengan lainnya.
Jenis pertama, misalnya dua orang mandi nyebur ke kali, yang satu niatnya mandi junub, yang lain lagi niatnya mandi biasa saja. Jenis kedua, ketika seseorang takbiratul ihram Allahu akbar….“, yang satu niatnya shalat subuh, yang satu shalat tahiyatul masjid.
2. Untuk siapa kita beramal?
Kalau kita bersedekah, apakah kita niatkan bersedekah karena Allah Ta’alaa ataukah karena ingin disebut sebagai seorang dermawan?
3. Apa balasan yang diharapkan?
Ini banyak yg lalai darinya. Kita beribadah karena Allah, lalu apakah kita mengharapkan dengan ibadah kita mendapatkan balasan dunia atau akhirat? Contoh, seorang malam hari bangun shalat tahajud, niatnya betul-betul hanya mengharap wajah Allah. Namun dengan penuh air mata yg mengalir ia meminta: “Ya Allah, aku meminta keuntungan daganganku dua kali lipat“, doanya hanya meminta keuntungan dunia saja.
Orang yg kedua melakukan hal yang sama dan berdoa dengan doa yang sama, tapi ia tambah: “dan keuntungan akhirat yang lipat ganda ya Allah“.
Yang pertama ikhlas karena Allah ta’alaa, tapi hanya mengharapkan dunia…
Yang seperti ini tidak mendapatkan bagian di akhirat.
Yang kedua ikhlas dan mengharap dunia akhirat, ia mendapatkan bagian di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar