Baru kali ini aku merasakan kekecewaan terhadap sikap seorang sahabat
terhadapku. Setelah sekian lama menjalin kebersamaan, ternyata sifat
aslinya bersembunyi di balik senyum manisnya kepadaku. Saling tertawa,
bercanda, berbagi suka maupun duka dan segala hal yang lumrah kami
lakukan sebagai teman telah kami lalui bersama tanpa beban dan rahasia
yang kami sembunyikan antara satu sama lain. Namun, akhir-akhir ini,
entahlah ada sekat yang memisahkan kami dan sekat itu semakin lama
semakin lebar dan tinggi hingga aku tak tahu lagi sosok dan bayangannya
seperti apa saat ini. Apakah dia masih bersahabat ataukah telah menjadi
musuh?. Aku tidak berani mengambil kesimpulan sampai sejauh itu.
Husnudzon (berprasangka baik) itulah yang bisa aku lakukan saat ini.
Sudah 1 minggu dia menjauhiku dalam pesan singkat yang dia kirimkan
kepadaku 4 hari yang lalu, dia berkata bahwa dia sedang ingin menjaga
hatinya dan jika aku paham agama maka aku pun akan mengerti mengapa dia
melakukan ini terhadapku. Sungguh aku tak tahu kesalahan yang aku
perbuat seperti apa sehingga dia bersikap seperti itu, di dalam kelas
pun dia jarang menyapa atau mengobrol denganku padahal aku merasa selama
ini kami baik-baik saja. Hingga detik ini saat musyawarah kerja dalam
kepengurusan di lembaga dakwah kampus ku usai aku memberanikan diri
bertanya kepada seorang teman yang akhir-akhir ini begitu dekat
dengannya sebenarnya apa yang terjadi. Dan Alhamdulillah dia pun
bersedia menjawab pertanyaanku.
Sesampainya di rumah, aku berpikir kembali tentang jawaban atas
pertanyaan yang aku ajukan kepada temanku seusai musyawarah. Yah, aku
akui aku memang salah dan sempat terluput dari ingatanku bahwa status
yang dulu sempat aku pajang di sosial media tidak pantas aku
publikasikan karena itu adalah privasiku apalagi aku adalah seorang
akhwat dan seorang aktifis dakwah yang seharusnya menjaga kehormatanku
sebagai seorang muslimah. Mungkin itulah mengapa dia menjauhiku dan aku
maklumi sikapnya terhadapku, dan sudah sebulan ini akupun mulai
mengurangi aktifitasku di sosial media untuk menghindari hal yang
sia-sia.
Namun, yang tak habis pikir adalah mengapa dia begitu tega
membeberkan rahasiaku kepada orang lain? Mengapa temanku yang menjawab
pertanyaanku tadi tahu rahasia yang seharusnya hanya kami berdua yang
tahu? Yah ternyata aku telah salah mempercayai sahabatku itu. Ingin aku
sampaikan kepadanya “Jikalau memang ada ucapan ataupun perbuatanku yang
engkau anggap salah seharusnya langsung saja katakan kepadaku tidak
dengan menceritakannya kepada orang lain dan dengan tanpa rasa bersalah
dan tanpa aku tahu sebabnya kamu menjauhiku, apakah menurutmu itu adil?
Apakah aku pernah menceritakan rahasiamu kepada orang lain? Apakah kau
tidak berpikir begitu percayanya aku padamu untuk menjaga rahasia ini
tapi apa salahku hingga kamu tega dan berani menusukku dari belakang?
Bukankah sebagai seorang sahabat seharusnya engkau berani menasehatiku
atas kelalaian yang aku lakukan?”
Bukankah seharusnya sahabat itu tidak hanya ada dalam keadaan suka
maupun duka tetapi juga senantiasa ada untuk memberi nasehat dikala
kelalaian dan kekeringan iman menimpa jiwa sahabatnya. Ataukah mungkin
aku yang telah salah mengira dirinya sebagai seorang sahabat padahal
baginya aku hanyalah seorang teman biasa. Yah entahlah jawaban dari
pertanyaanku ini hanya dia dan Allah saja yang tahu.
Aku berharap semoga kedepannya aku mendapatkan seorang sahabat yang
benar-benar berani untuk menegurku dikala lalai, memberi semangat dikala
lemah, memberi motivasi dikala gundah, memberi senyuman dikala aku
butuh, dan seorang sahabat yang tidak akan pernah meninggalkanku meski
seluruh dunia menjauhiku. Sahabat mulai detik ini aku merelakanmu pergi
mencari sesosok sahabat lain yang sesuai dengan kriteriamu itu karena
aku merasa aku memang bukanlah yang terbaik dan aku bukanlah akhwat yang
terluput dari dosa, aku bukanlah akhwat yang sempurna seperti yang
engkau inginkan mungkin akan selalu ada kelalaian yang aku lakukan
karena aku bukanlah rasul yang ma’sum (terhindar dari dosa). Perlu kau
ketahui aku tidak menaruh dendam terhadapmu atas sikapmu ini hanya
kecewa namun rasa kecewaku ini akan menghilang seiring dengan
berjalannya waktu. Meskipun engkau menjauh dan menghindariku aku akan
tetap menjaga ukhuwah kita.
Dan akhirnya, disini aku sedang menunggu, menunggu sesosok sahabat
yang baik untukku. Seorang sahabat yang saling mencintai karena Allah
Subhanahu Wata’aala, hingga naungan Allah menghampiri kami pada hari
yang tidak ada naungan selain naungan-Nya.
Dalam derai hujan, aku panjatkan doaSahabat semoga engkau senantiasa dalam lindunganNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar