Kamis, 08 Mei 2014

Berbahagialah!(For U:@zahrakhalifatul)

Kebahagiaan itu kadang egois, mungkin kita tak akan peduli dengan siapapun yang akan terluka. Yang penting itu kita bahagia dan merasa puas. Tidakkah kita berpikir ada orang lain yang juga ingin bahagia, mengapa harus mereka yang akan jadi korban dalam kebahagiaan kita? Mengapa harus mereka yang terluka?
Mungkin itulah yang aku rasakan. Aku merasa sedih sekali, ketika harus menerima kenyataan bahwa keluargaku yang tidak utuh. Mungkin inilah takdir Tuhan! Tetapi, aku tau Tuhan tidak sejahat itu. Tuhan tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Tidak ada sedikitpun orang yang tahu, kalau ada 1000 duka yang aku simpan di hari ulang-tahunku ini. Entah apa yang aku pikirkan? Mungkin aku hanya perlu waktu, menceritakan masalahku kepada seseorang yang aku percaya. Aku tidak mau siapapun yang tau tentang keadaanku ini. Aku pikir, apa mereka akan perduli?
Sebelum berangkat sekolah, aku mencium tangan mama untuk pamit pergi ke sekolah dan disaat itu juga mama mencium keningku serta mengucapkan “Selamat Ulang-Tahun Sayang”.
Tepat jam 07.10 pagi, aku tiba di sekolah. Dengan wajah kupaksakan untuk tersenyum, aku berjalan menelusuri lorong kelas, melewati kakak-kakak kelas dan teman-teman yang lain, yang sedang bercanda ria dan ada juga yang sedang asik membaca buku.
Sesampainya di depan kelasku, aku melihat teman-teman sedang belajar karena hari ini ada ulangan harian. Tiba-tiba, ketika mereka melihat kehadiranku. Mereka langsung mendatangiku, teriak-teriak histeris, memelukku, dan mengucapkan “Selamat ulang-tahun Fiona”. Satu persatu aku menerima jabatan tangan dan ucapan serta doa mereka. Terima kasih teman?
Aku terharu, dengan keperdulian mereka. Aku senang bisa berteman dengan mereka.
Aku berharap di hari ini, aku hanya akan merasakan kebahagiaan dan tidak mau ada kesedihan. Ternyata, semakin aku pikirkan kesedihanku semakin membuatku meneteskan airmata. Hangatnya airmataku yang mengalir di pipiku semakin menjadi, karena aku teringat masa-laluku yang indah.
Di hari ulang-tahunku ini, aku ingin keluargaku berkumpul dan mengucapkan selamat ulang-tahun kepadaku, seperti tahun kemarin. Namun, sepertinya tidak sesuai dengan harapanku karena saat ini semuanya sudah berubah.
Aku rindu, aku rindu keluargaku yang dulu. Aku rindu, ketika aku berumur 3 tahun, ayah dan ibu membelikanku kue ulang-tahun yang sangat enak dan kami merayakannya berempat bersama kakakku.
Teman-temanku, sahabatku, guru-guru, orang-orang tersayang, keluarga, dan ibuku mengucapkan dan menyertakan doa untukku agar selalu menjadi yang terbaik dan memberikan harapan yang terbaik. Aku senang mereka mengingat hari lahirku. Tetapi, sekejap aku ingat seseorang, aku merasa ada yang kurang. Kalian tahu itu apa?
Aku merasa ada yang kurang, karena ayahku belum mengucapkannya. Aku menunggu dan terus menunggu. Aku sedih, apa dia lupa? Apa dia tidak tau hari ini adalah hari ulang-tahunku?
Bisakah kalian merasakan? Sedih yang aku rasakan. Jauh dari ayah karena perpisahan orangtua yang menyebabkan anak jauh dari salah satunya. Tidak bisa merasakan kasih-sayang yang sempurna dari keduanya. Sanggupkah kalian jika harus melupakan masa lalu yang indah dan masa kecil yang bahagia itu?
Terkadang, aku merasa tidak cukup kuat menghadapi kenyataan ini, masalah-masalah yang terus datang silih-berganti, dan belum lagi harus bisa konsentrasi saat belajar di sekolah.
Setelah menunggu lama, akhirnya Ayahku juga ingat dengan hari lahirku. Aku menangis, karena sebenarnya masih ada keperdulian dari Ayah. Meskipun, pada malam harinya Ayah baru mengucapkannya. Aku terharu mendengar kata-kata Ayah agar aku bisa menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak, tetap mempertahankan prestasiku dan selalu menjaga kesehatan. Terima-kasih Ayah! Aku menyayangimu.
Selama aku berumur 15 tahun, beribu-beribu cobaan yang aku terima. Aku sempat jatuh dan terpuruk dalam penderitaan itu. Namun, aku tetap berjuang dan tidak pernah putus asa. Aku tahu, mungkin aku cukup kuat menjalani ini semua. Aku mencoba menutupi masalah hidupku agar prestasiku tidak menurun. Dan aku mencoba menganggap semuanya baik-baik saja. Pedih yang kurasakan menjalani semua sandiwara ini.
Tepatnya hari ini, umurku sudah bertambah satu tahun. Semoga aku bisa lebih dewasa dan aku harus bisa mencoba menerima semua kenyataan ini. Tidak pernah putus asa dan terus semangat. Karena semua yang berlalu, belum tentu bisa kembali.
Perlunya Motivasi dan spirit untuk menyemangati anak seperti kami agar tidak jatuh, sangat diperlukan dengan mengkondisikan keadaan seperti saat semua baik-baik saja.
Dengarlah jeritan kami! Mungkin tanpa orangtua sadari, KAMI! Anak-anakmu menanggung “Beban Psikis” yang luar biasa kuat. Kehilangan kasih sayang, kehilangan penopang, kehilangan tempat “bernaung” dan paling fatal adalah kehilangan “jiwa dan diri sendiri”.
“.. Kami anak-anakmu, perhatikan kami, kami tak cukup kuat untuk semua ini. Kami anak-anakmu dan tolonglah kami. Yang kami ingin hanya, semuanya KEMBALI ..”
Teman, ingatlah! keterpurukan terus menerus akan membuat kita jatuh, maka bangkitlah!! Kita tidak sendiri, yakinlah Tuhan selalu ada untuk kita. Berbahagialah! Kamu termasuk orang yang beruntung bisa menjalani hidup dengan keluarga yang utuh. Manfaatkanlah hidupmu dengan sebaik-baiknya. Kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya.
Mungkin, seringkali ketika kita hilang harapan dan berpikir “Ini adalah Akhir dari segalanya”, Tuhan tersenyum dari atas dan berkata “Tenang sayang, itu hanyalah belokan bukan akhir!”. Semua akan indah pada waktunya, Percayalah!
*Dengan membangun mental bahwa realitanya kita masih hidup dan HARUS hidup akan membantu kita untuk bangkit, Sabar dan bahagiakanlah dirimu, kawan!*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar